Pada zaman dahulu kala diceritakan ada empat
bersaudara, dua orang laki-laki dan dua orang lagi
perempuan. Saudara tertua mereka bernama Raden
Raksa Manggala, dia berparas tampan dan
perawakanya tinggi besar dengan rambut panjang
yang diikat kebelakang. Dia sangat dihormati oleh ketiga saudaranya dan dia juga diangggap sebagai
pemimpin mereka. Begitupun kakak kedua mereka
yang bernama Raden Raksa Dipa, perawakannya
tidak begitu jauh dengan kakak tertuanya Raden
Raksa Manggala. Sedangkan dua saudara lainnya
berjenis kelamin perempuan, mereka cantik-cantik dan pintar-pintar, yang pertama bernama Nyi Mas
Raden Pucuk Ibun dan yang satunya lagi Nyi Mas
Darawati. Keempat bersaudara ini berasal dari
sebrang suatu daerah yang sangat jauh, dan mereka
melakukan perjalanan jauh bersama-sama untuk
berkelana. Mereka mulai berkelana dari satu tempat ke tempat
lainnya, mereka tujuan agarbisa menemukan tempat
yang cocok untuk bisa mereka tinggali. Sampai pada
akhirnya mereka menemukan suatu daerah yang
suasananya tenang dan tumbuh-tumbuhan tumbuh
dengan suburnya, sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut. Daerah
tersebut terletak di bawah kaki gunung Canar dan
sudah berpenduduk. Sebelum memutuskan untuk
bermukim di daerah tersebut, mereka terlebih dahulu
meminta izin kepada penduduk setempat, dan
akhirnya merekapun mendapatkan izin dari penduduk setempat.
Setelah mendapatkan izin dari penduduk setempat
mereka mulai melakukan berbagai kegiatan seperti
halnya penduduk yang lain, mulai dari membuka
ladang dan bercocok tanam. Berebekal pengetahuan
dan ilmu-ilmu yang mereka pelajari saat berkelana dari satu tempat ke tempat lain, mereka tidak
memerlukan waktu yang lama untuk bisa meraih
sukses dalam pekerjaan mereka. Atas kesuksesan
tersebut mereka mulai disegani oleh penduduk
setempat, selain karena keberhasilan ekonominya,
mereka juga dihormati karena kepintaran dan sikap ramah yang mereka miliki.
Sedang mereka menikmati keberhasilan dalam
berbagai hal, mereka mulai dihadapkan pada suatu
masalah, kakak tertua mereka yaitu Raden Raksa
Manggala mengalami sakit yang sangat parah dan
sulit disembuhkan. Sakit yang dialami Raden raksa Manggala hari demi hari semakin bertambah parah,
hingga pada akhirnya dia pun menyadari bahwa
umurnya tidak akan panjang lagi sehingga dia berfikir
untuk mengumpulkan semua saudaranya dan
memberi mereka satu pesan yaitu jika dia sampai
meninggal karena penyakit ini, dia ingin dikuburkan di sebuah pulau yang mengapung di tengah danau.
Beberapa hari setelah meninggalkan pesan
terakhirnya Raden Raksa Manggalapun meninggal
dunia. Ketiga adiknya sangat berduka atas
kepergiannya, duka mereka juga bertambah dengan
masih bingungnya perihal tempat yang diwasiatkan oleh kakaknya. Sehingga, hari itu pula kakak kedua
mereka yaitu Raden Raksa Dipa meminta izin kepada
dua saudarinya dan memutuskan untuk pergi bertapa
ke atas gunung Canar dengan harapan agar
mendapatkan petunjuk perihal tempat yang
diwasiatkan almarhum kakaknya. Kedua saudarinya mengjinkan dia untuk bertapa, sedangkan mereka
akan menunggu sambil mengurusi jenazah Raden
Raksa Manggala dan berharap kakak kedua mereka
mendapatkan hasil secepatnya tentang dimana
tempat yang dimaksud.
Tepat dua hari setelah kepergian Raden Raksa Manggala, kakak kedua mereka yaitu Raden Raksa
Dipa pun turun dari tempat bertapanya di atas gunung
Canar pada pagi hari, dan memberitahukan kepada
kedua saudarinya bahwa dia mendapatkan petunjuk
tentang tempat yang dimaksud oleh almarhum
kakaknya. Tempat itu berada di sebelah utara dari tempat tinggal mereka. Akhirnya pada pagi tersebut
mereka memutuskan untuk membawa jenazah
kakak tertua mereka ke tempat yang
diwasiatkannya. Jenazah Raden Raksa Manggala
mereka bungkus menggunakan sehelai kain
berwarna putih dan digotong menggunakan sebatang dahan kayu secara bergantian oleh ketiga bersaudara
tersebut untuk dikuburkan di tempat yang telah
diwasiatkannya.
Setelah kehilangan kakak tertuanya maka kakak
kedua mereka yaitu Raden Raksa Dipa yang dianggap
sebagai pemimpin oleh dua saudarinya dan mereka pun melanjutkan kehidupan seperti biasanya. Setelah
beberapa bulan kehidupan mereka berjalan lancar
tanpa ada gangguan, sebelum akhirnya kehidupan
mereka kembali diuji dengan sakit-sakitanya kakak
kedua mereka yaitu Raden Raksa Dipa, sampai pada
akhirnya beberapa minggu setelah sakit-sakitan, Raden Raksa Dipa pun menemui ajalnya dan
meninggal di pangkuan kedua saudarinya. Jenazah
Raden Raksa Dipapun di kebumikan di atas gunung
Canar tempat dia pernah bertapa.
Setelah kehilangan kedua kakak tertuanya, Nyi Mas
Raden Pucuk Ibun dan Nyi Mas Darawati berkumpul untuk membicarakan kelanjutan kehidupan mereka
selanjutnya, akhirnya didalam kegalauan hati
keputusanpun diambil oleh mereka berdua,
keputusan tersebut saling bertolak belakang satu
dengan lainnya, Nyi mas Raden Pucuk Ibun
memeutuskan untuk mengurus makam kakak keduanya Raden Raksa Dipa dan tinggal di atas
gunung Canar, sedangkan Nyi Mas Darawati
memutuskan pergi untuk berkelana kembali dan
menata kehidupan yang baru di tempat yang baru.
Tidak terlalu jauh dari gunung Canar terdapat sebuah
gunung yang sangat indah tampak masih alami dan belum terjamah. Gunung indah itu belum mempunyai
nama, walaupun di sekitar gunung tersebut sudah
ada penduduk yang menetap. Nyi Mas Darawatipun
jatuh hati pada daerah tersebut dan ingin memulai
kembali kehidupan barunya di daerah tersebut. Nyi
Mas Darawati mulai berkenalan dengan penduduk setempat dan penduduk setempat pun menyambut
Nyi Mas Darawati dengan tangan terbuka.
Nyi Mas Darawati dengan cepatnya dikenal oleh
penduduk setempat, selain karena keramahannya dia
juga dikenal karena kecantikan paras rupanya yang
menjadikan Nyi Mas Darawati menjadi sosok wanita sempurna bagi kaum adam, dan langsung menjadi
primadona bagi pemuda-pemuda yang ada di daerah
tersebut. Selain itu kepintaranya dan sifatnya yang
dermawan menjadikan sebuah nilai tambah yang
membuat orang-orang disekitarnya semakin memuja
wanita muda usia ini. Usia Nyi Mas Darawati saat itu ±25 tahun, tapi
kehidupannya sudah cukup mapan terbukti dengan
keadaan ekonominya yang sudah lebih dari cukup
dibanding dengan penduduk-penduduk di sekitarnya,
sehingga dia menjadi orang yang sangat diandalkan
oleh masyarakat di sekitarnya, selain itu kecantikannyapun menjadi daya tarik bagi pemuda-
pemuda sekitar yang saling berlomba-lomba untuk
menyuntingnya, sehingga tidak aneh suasana malam
hari dirumahnya selalu penuh sesak. Akibat dari
terlalu banyaknya pemuda yang berkunjung
kerumahnya, keadaan rumahnya selalu kotor bahkan barang-barang yang ada di rumahnya banyak yang
rusak sehingga setiap pagi menjelang dia selalu
disibukan dengan merapikan rumahnya.
Kesabaran manusia ada batasnya, begitupun
kesabaran Nyi Mas Darawati, dia mulai merasa tidak
nyaman dengan statusnya sebagai bunga desa. Dia selalu menjadi buronan para pemuda desa yang
selalu mengikuti kemanapun kakinya melangkah,
selain itu sikap dermawanan Nyi Mas Darawati mulai
disalahartikan oleh warga, mereka sudah tidak
menunggu lagi untuk diberi tapi mereka sudah berani
meminta apapun yang mereka inginkan. Hal-hal yang seperti itulah yang akhirnya membulatkan tekadnya
untuk memutuskan pergi dari daerah tersebut dan
meninggalkan semua hartanya menuju ke atas
gunung dan tilem (menghilang, menyatu dengan alam
tanpa ada seseorang yang tahu) di gunung tersebut.
Kepergian Nyi Mas Darawati yang tiba-tiba membuat warga sekitar merasa sangat kehilangan, dewi yang
cantik jelita dan sangat dermawan itu kini telah
meninggalkan mereka, merekapun sangat sedih dan
merekapun menyadari kesalahan mereka. Akhirnya
untuk menebus kesalahan mereka, serta untuk
mengabadikan kedermawanan dan kecantikan Nyi Mas Darawati merekapun sepakat untuk memberi
nama daerah mereka DARAWATI dan gunung yang di
percaya menjadi tempat tilemnya Nyi Mas
Darawatipun diberi nama yang sama yaitu Gunung
Darawati. Dan sejak saat itu mereka percaya bahwa
Nyi Mas Darawati akan selalu hidup sampai kapanpun untuk melindungi desa mereka, bahkan mereka juga
mempercayai bahwa sampai kapanpun warga asli
yang lahir di Darawati tidak akan ada lagi yang cantik
dan kaya melebihi Nyi Mas Darawati.
5

Komentar